Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group
Kasus
Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group
PT Asian Agri Group (AAG) adalah
salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik
Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah
keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar
(sekitar Rp 25,5 triliun).
Terungkapnya dugaan penggelapan
pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol
brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13
November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial
controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya.
Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro
Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting
perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara
Vincent dan wartawan Tempo.
Pada tanggal 1 Desember 2006 VAS
sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang
dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen
tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under
Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat
semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci.
Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan
harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil
dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT
AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti
oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena
memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Direktur
Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas
pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus
tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap
kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan
tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang
berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62
triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan
biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor
Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian
Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai
total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari
SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu
diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan
penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang
masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang
tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab
perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal
8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak
oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik
koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks
pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap,
mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower.
Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan
perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan
para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan
pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya,
sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.
Solusi penyelesaian Kasus Asian
Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion)selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan
rupiah.
peraturan perundangan mengancam
pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang
cukup berat, akan tetapi nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para
penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007
membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di
bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus
berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan
itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Jadi, penyelesaian kasus tindak
pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif
terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan.
Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung
sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana
perpajakan ini.
Tidak Hanya Urusan Pajak
Menilik modus operandi dalam kasus
ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa
didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga
dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering).Dalam hal itu,
penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict
crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan
pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain.
Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan
asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak
dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba
perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan
cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin
Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga
kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal
Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan
dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola
transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money
laundering (Metro TV, 8/1/2008).
kasus Asian Agri adalah cermin
sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ tergambar, sebagian dari mereka
tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati hukum
dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang kaya yang diduga
melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang
yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya
bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu
perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan
merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut Vincentius
Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum
11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar
dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah
mestinya berterima kasih kepada mereka.
Jika kasus ini segera
ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.Upaya ini
juga akan mencegah pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga
tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai.Tidak sewajarnya polisi
mengkhianati program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan
pencucian uang yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan
hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah
yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu
membongkar dugaan penggelapan pajak.
Referensi :
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus